Friday, November 06, 2009
Peternakan Hasilkan 51 Persen Gas Rumah kaca
KOMPAS/SAMUEL OKTORA
Oktavianus Tipnone melepas ternak dari kandang di areal peternakan yang dikelola biara Karmel di Kampung Maronggela, Desa Wolomeze, Kabupaten Ngada, Nusa Tenggara Timur, Sabtu 19/9).
Kamis, 5 November 2009 | 08:12 WIB
Laporan wartawan KOMPAS Lukas Adi Prasetya
YOGYAKARTA, KOMPAS.com - World Watch Institute, dalam laporan yang dirintis Watch Magazine Edisi November/Desember 2009 menyebut bahwa peternakan bertanggung jawab atas sedikitnya 51 persen penyebab gas rumah kaca global. Ini bukan lagi lampu kuning melainkan sudah lampu merah.
World Watch Institute adalah organisasi riset independen di Washington Amerika Serikat yang berdiri sejak 1974. Organisasi ini dikenal kritis terhadap isu global dan lingkungan. Penulis artikel itu Dr Robert Goodland, mantan penasihat utama bidang lingkungan untuk Bank Dunia, dan staf riset Bank Dunia Jeff Anhang. Keduanya membuat laporan ini berdasar Bayangan Panjang Peternakan , laporan yang diterbitkan tahun 2006 oleh Organisasi Pangan dan Pertanian PBB (FAO).
Majalah itu terbit dalam 36 bahasa dan data penelitiannya digunakan oleh banyak NGO (lembaga swadaya masyarakat) di seluruh dunia, dan juga badan-badan di bawah PBB. NGO yang memakai data-datanya antara lain Greenpeace Southeast Asia, dan Yayasan Obor Indonesia.
Dua peneliti itu juga menghitung siklus hidup emisi produksi ikan yang diternakkan, CO2 dari pernapasan hewan, dan koreksi perhitungan yang sebenarnya dari jumlah hewan ternak yang dilaporkan di muka bumi. Gas metana yang dikeluarkan oleh hewan ternak mengikat panas 72 kali lebih kuat daripada CO2. Hal ini mewakili kenaikan yang lebih akurat dari perhitungan asli FAO dengan potensi pemanasan sebesar 23 kali. Meskipun demikian, peneliti itu memberitahu bahwa perkiraan mereka tentang 51 persen itu masih angka minimal.
"Masyarakat Indonesia, bahkan pihak-pihak yang mestinya memerhatikan isu-isu lingkungan, harus tahu informasi-informasi mengenai dampak industri peternakan dan bahaya daging. Apa yang hendak pemerintah Indonesia lakukan sekarang ini? Data-data sudah terhampar. Pemerintah, jika masih saja tidak percaya tentang bahaya daging, tolong buka internet dan mencari tahu," ujar pemerhati lingkungan yang juga dosen arsitektur Universitas Atma Jaya Yogyakarta Agustinus Madyana Putra.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 komentar:
Post a Comment